Home » , » Fiqih Wanita : Wanita Sebagai Seorang Istri...

Fiqih Wanita : Wanita Sebagai Seorang Istri...

Written By Syaiful Arif on Wednesday, 1 May 2013 | 00:43

Menurut kepercayaan kuno, seorang wanita ditempatkan sebagai sosok yang kotor atau najis. Sosok yang diciptakan oleh setan sehingga waita adalah wakhluk yang harus dijauhi. Dalam banyak kisah dimasa jahiliah dulu, tentu kita sering kali menemukan bagaimana sosok wanita seolah-olah tidak berharga sama sekali. Setiap ada bayi perempuan yang lahir maka dengan segera ia akan dibunuh atau dikubur hidup-hidup, naudzubillah.
Padahal peran seorang wanita sangatlah luar biasa. Bagimana tidak, bukankah dari rahim seorang perempuan akan terlahir para pengukir peradaban itu??? Bukankah dari rahim perempuan pula generasi penerus itu hadir di bumi??? Dan bukankah pada diri perempuan pula (baca : ibu) surga itu berada???. Maka sungguh tidak masuk akal jika perempuan ditempatkan pada posisi yang begitu rendahnya sebagaimana zaman jahiliah dahulu.
Maka di sinilah Islam berperan. Bagaimana Islam mengubah pola pandang yang sempit itu kepada pola pandang yang luas, yang tidak lagi menempatkan kaum perempuan dalam konteks kehinaan. Islam datang dengan membawa cahaya peradaban. Islam pula yang kemudian memahamkan kita sampai hari ini akan berharganya seorang perempuan. Allah menciptakan makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan, ke duanya saling melengkapi. Dan beginilah Islam kemudian menemptakan perempuan pada posisi yag begitu dimuliakan.
Allah Swt berfirman : "Dan diantara tada-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (Qs. Ar-Ruum : 21)
Teringat kisah pada masa Rasulullah dahulu, dimana kala itu pernah terjadi dikalangan para sahabat satu keadaan dimana beberapa sahabat mengasingkan diri dari hiruk-pikuk kehidupan dunia. Kebanyakan diantara mereka memilih untuk sepenuhnya mengabdi kepada Allah dengan shaum sepanjang hari, menghabiskan malam untuk beribadah kepada Allah dan mengabaikan wanita. Melihat kondisi ini Rasulullah pun kemudian bersabda : "Mengapa kalian melakukan hal seperti itu? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah, orang yang paling bertaqwa, tetapi saat aku shaum aku berbuka, setelah bangun malam menyembah Allah akupun tidur, dan aku menikah. Barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku, maka dia bukan termasuk ummatku" (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kita merujuk kepada firman Allah dan sabda Rasulullah di atas, nampak bahwa Islam memposisikan seorang perempuan, dalam hal ini seorang Istri sebagai harta yang paling berharga. Harta yang berharga dalam konteks ini adalah sosok istri yang salehah. Istri yang salehah adalah harta yang paling berharga bagi seorang suami dalam kehidupannya setelah iman kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Dalam sebuah hadits Rasulullah menyatakan : "Maukah engkau aku beritahu harta apa yang paling berharga bagi suami? Dia adalah istri yang salehah. Jika suami memandang istrinya, dia menyenangkan; jika suami memberi perintah, dia menuruti; dan jika suami jauh darinya, dia menjaga kehormatan suaminya" (HR. Abu Dawud)
"Dunia adalah perhiasa dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita salehah" (HR. Muslim)
Begitulah Islam memuliakan seorang perempuan. Islam mengagkat derajat seorang wanita sebagai seorang istri dengan memperhitungkan tugas rumah tangganya sebagi jihad. At-Tabrany meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas, "Seorang wanita datang kepada Rasulullah Saw lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang datang kepadamu. Tidak ada seorang wanita diantara mereka yang mengetahui masalah itu, tak ada seorang pun yang menginginkan aku datang kepadamu". Kemudian wanita itu mengungkapkan permasalahannya dan berkata, "Allah adalah Tuhan bagi pria dan wanita, dan engkau adalah Rasulullah bagi pria dan wanita. Berjuang dijalan Allah (jihad) diperintahkan kepada laki-laki; jika berhasil (dalam peperangan) mereka memperoleh haknya. Dan jika mereka meninggal, mereka tetap hidup (di akhirat) dan mereka dipelihara oleh Allah. Jadi amal apa yang pahalanya sama bagi kami untuk menaati Allah?". Rasul menjawab, "Taatilah suamimu dan penuhi kewajibamu. Hanya sedikit diantaramu yang melakukannya".
Islam sudah mengatur hak-hak seorang istri yang harus dipenuhi oleh suaminya. Seorang istri bukanlah "boneka" bagi suaminya. Sebaliknya Islam menempatkan seorang istri lebih dari seorang pelindung dan pengawas :Pertama, Islam memberi wanita keyakinan sebagai seorang muslim, kedua, Islam memberi wanita hati nurani untuk membangun masyarakat, ketiga, Islam menetapkan hukum tentang wanita dan komitmen terhadapnya, artian sebegai berikut :
Hak wanita yang pertama adalah mas kawin (mahar). Islam mewajibkan laki-laki memberikan mas kawin kepada wanita (calon istrinya) sebagai tanda cinta dan keseriusan. Allah Swt berfirman : "Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya" (Qs. An-Nisaa : 4)
Ungkapan "dengan penuh kerelaan" menegaskan mas kawin adalah hadiah dan bukan harga atas kesenangan yang suami dapatkan dari istri, sebagaimana sebagian orang menuntut mas kawin yang banyak atau mahal. Terkadanga wanita harus membayar harga yang tidak sebanding dengan apa yang harus ia kerjakan.
Hak wanita yang ke dua adalah nafkah. Suami harus menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal dan perawatan kesehatan bagi istrinya sesuai lingkungan, kondisi, dan penghasilan suami. Rasul Saw bersabda menyangkut hak wanita, "Engkau wajib memberikan makanan dan pakaian dengan baik" (HR. Abu Dawud). Konteks "dengan baik" di sini adalah sesuai dengan adat yang berlaku, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan.
Hak wanita yang ke tiga adalah perlakuan yang baik sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-Nisaa : 19. Selain hak-hak seorang istri yang dipaparkan secara umum di atas, seorang istri pun wajib menaati suami. Akan tetapi konteks taat di sini adalah dalam hal kebaikan bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah. Seorang istri wajib mengatur uang keluarga, tidak menghabiskannya atau membelanjakannya kecuali dengan izin suami. Seorang istri tidak boleh menerima orang lain memasuki rumahnya tanpa seizin suami, meskipun orang itu adalah kerabat dekat.
Kewajiban-kewajiban itu pada hakikatnya tidaklah memberatkan bagi seorang istri jika dibandingkan dengan hak-hak istri yang sudah diatur dengan sedemikian sempurnanya oleh Allah dalam Islam. Semua aturan itu sudah Allah atur dengan adil sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah : 228.
Dengan uraian singkat di atas semoga ada banyak ilmu yang kemudian kita dapatkan dan kita terapkan jika masa beramanah menjadi seorang istri itu tiba. Semoga senantiasa ada manfaat yang dapat dipetik sari setiap apa-apa yang kita baca dan kita tuliskan. Wallahualambishawab.
Share this article :

0 komentar:

Post a Comment

Guest Book



 
Support : Syaiful arif | Trihan
Copyright © 2013. Keluarga Syari'ah - All Rights Reserved
Thanks To Mas Template
Powered by Blogger