“Engga
kerja mbak, saya ibu rumah tangga.” jawab istriku
“Oohh…cuma ibu
rumah tangga” terdengar ada nada merendahkan pada suara ibu muda tadi
Saya benar-benar sedih
mendengar kalimat "cuma ibu rumah tangga". Bukan sebagai ibu rumah
tangga yang menjadi masalah melainkan kata "cuma" yang menjadi awalan
itu, terlebih ketika diucapkan dengan nada sinis dan merendahkan profesi ibu
rumah tangga.
Profesi ibu rumah tangga
ternyata dianggap remeh, dipandang sebelah mata, bahkan ia dianggap bukan suatu
profesi kerja alias pengangguran.
Memilih
menjadi ibu rumah tangga adalah keputusan terhebat wanita. Profesi yang boleh
saya bilang sebagai profesi multi talenta, banyak tantangan, tanpa kenal
aturan, tanpa gaji atau bonus.
Wanita
hebat dalam hal multitasking, ini
karena selain terhubung dari sifat alami bawaan sejak lahir, bahwa corpus callosum (otak tengah) wanita
nyata-nyata lebih luas dari pada pria, yang memungkinkan wanita melakukan multitasking lebih
efisien. Namun, hebat saja ternyata belum cukup. Berat dirasa sebagian
kaum ibu itu, meski reward yang
mereka terima sepadan dengan rasa bahagia saat melihat si kecil melangkah
pertama kalinya, melihat hafalan Qur'an yang jauh melampaui dirinya, melihat si
buah hati yang rajin jama'ah ke masjid atau saat mengetahui si sulung bisa
berhitung dan mengayuh sepeda roda duanya untuk pertama kalinya dengan berani
Seharusnya
seorang ibu rumah tangga bisa merasa bangga dan bahagia karena ia sanggup
mewujudkan dirinya ke dalam banyak profesi, meski tanpa perlu ia melangkah
keluar rumah untuk memenuhi haknya mengaktualisasi diri.
- Ibu rumah tangga adalah "perawat" bagi suami dan anak-anak saat mereka jatuh melemah dan sakit. Meski hadirnya ibu hanya berupa sentuhan lembut di dahi atau pelukan hangat yang menenangkan. Hadirnya adalah obat mujarab.
- Ibu rumah tangga adalah "pakar gizi". Ia menyediakan makanan sehat dengan gizi seimbang untuk suami dan anak-anaknya. Ia sangat tahu makanan apa yang terbaik untuk anak-anaknya yang tengah dalam masa pertumbuhan. Saat memasak, ibu menyelipkan pula do'a agar suami dan anak-anak merasakan berkah atas masakan yang dibuatnya.
- Ibu rumah tangga adalah "ekonom" sejati. Ialah bendahara terbaik dalam sebuah negara kecil bernama rumah tangga. Ia mengatur dengan baik semua pendapatan dan pengeluaran. Ia mengolah pendapatan yang diberikan suami kepadanya agar terasa berkah. Agar semua kebutuhan terpenuhi tanpa harus berhutang kesana kemari.
- Tidak berlebihan bukan, jika ibu adalah pondasi negara untuk membangun generasi yang akan datang. Dimana perekonomian keluarga di bawah manajemen ibu ternyata tidak hanya sangat berpengaruh pada kehidupan keluarga tetapi juga pada perekonomian negara. Tilik bagaimana akar korupsi telah menjalar kemana-mana. Salah satu sebab, karena lemahnya manajemen perekonomian rumah tangga. Sehingga entah sengaja atau tidak, membuka kesempatan para koruptor menggasak uang negara dan rakyat.
- Ya, ibu rumah tangga juga seorang ahli kejiwaan. Hadirnya memberi ketenangan dan kesehatan jiwa seluruh anggota keluarga, bahkan untuk dirinya sendiri. Ia bisa menjadi mediator atau penengah bagi hati seluruh anggota keluarganya yang tengah gundah. Ia hadir dengan hati lembut dan netral, bersedia membimbing suami dan anak-anaknya menghadapi kondisi yang berat di luar sana. Inilah yang berpengaruh pula pada kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat.
- Pun, ibu rumah tangga adalah pengajar dan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Ialah yang setia mengajarkan kepada anak-anaknya tentang makna hidup dan kehidupan. Ialah ibu yang tidak pernah lelah mengajarkan kebaikan, agar anak-anaknya kelak tumbuh menjadi pribadi yang berprilaku dan berakhlak mulia.
Jadi,
masihkah Anda berkeluh kesah [hanya] menjadi ibu rumah tangga, dan berat
menjalani sebuah profesi yang luar biasa ini, the
most fabulous career (karir
paling menakjubkan)? Sementara,
pilihan Anda tersebut belum pula dihitung dengan kalkulasi untuk simpanan
jangka sangat panjang, yaitu kehidupan setelah mati, do'a-do'a anak sholeh.
“Al-Ummu
madrasatun idza a’dadtaha ‘adadta sya’ban tayyibul ‘araq”. Demikian
bunyi syair Arab yang bermakna “Seorang ibu adalah sebuah sekolah. Jika
engkau persiapkan dia dengan baik, maka sungguh engkau telah mempersiapkan
generasi yang unggul.” Ya, ibu adalah sekolah untuk anak-anaknya.
Siapa yang pertama kali mengajarkan tauhid kepada anak? Siapa yang mengajarkan
akhlaq dan aqidah kepada anak? Siapa yang mengajarkan dan mengingatkan anak
sholat? deretan pertanyaan yang jawabannya cuma satu, yaitu ibu. Bila ibu sibuk
bekerja di luar rumah, berangkat pagi dan pulang menjelang malam dalam keadaan
lelah, lalu siapa yang akan mengajarkan itu semua? Kapan ibu mendidik anaknya?
Atau kemudian kita membiarkan anak kita tumbuh seadanya? Pengasuh yang tidak
paham islam, televisi, games yang penuh kekerasan, dan
internet yang sarat pornografi jadi ”ibu” buat anak-anak kita?
Duhai Ibu… mendidik anak
adalah investasi kita, kitalah yang akan menuai hasilnya kemudian… Anak adalah
amanah yang dipercayakan Allah kepada kita, kitapun akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak… Anak-anak kita membutuhkan seorang ibu yang
senantiasa membimbingnya, memberikan bekal untuk masa depan mereka, dan juga
bekal untuk kehidupan akhirat mereka kelak.. Dan ini bukanlah tugas yang
ringan, bukan perkara remeh, dan tidak bisa dipandang dengan sebelah mata,
melainkan tugas yang amat berat dan sungguh mulia. Pantaslah jika dalam islam
kedudukan ibu tiga kali lebih tinggi dari ayah. Ibumu, ibumu, ibumu, baru
kemudian ayahmu, jawab Rasulullah SAW ketika ditanya siapakah yang harus
kita hormati pertama kali.
Ya
Allah… berikan keistiqomahan menjalankan tugas berat sebagai seorang ibu. Duhai
Para ibu rumah tangga, bangga dan berbahagialah menjadi ibu rumah tangga,
karena dari tanganmulah lahir para pemimpin, pejuang, mujahid yang akan
menegakkan kalimat Allah dan membela agama Islam
0 komentar:
Post a Comment